Minggu, 03 April 2011

Anak Sulung Pun Seharusnya Dapat Ikut Bergembira

Lukas  15:11-32
            
             Bagi kebanyakan orang pada umumnya, tindakan mengampuni merupakan hal yang tidak mudah. Menurut Andar Ismail, mengampuni bukan berarti melupakan. Artinya, secara psikologis, orang yang mengampuni akan tetap dapat mengingat perbuatan salah, orang yang diampuninya. Karena itu tindakan mengampuni secara manusiawi adalah hal yang sulit.   
Dalam Lukas 15:11-32, Yesus menggambarkan seorang ayah yang mau mengampuni anaknya melalui cerita perumpamaan. Diceritakan bahwa sang anak bungsu ingin pergi dari rumah dan meminta warisan kepada ayahnya. Ia menghabiskan warisannya dengan hidup berpoya-poya. Dikemudian hari, anak tersebut menderita kelaparan, harta bendanya habis dan negeri yang ia diami dilanda bencana. Sang anak meratapi nasibnya, dan ia ingat akan rumah dan keluarganya (17). Ia menginsyafi akan kesalahannya (18). Dengan rasa malu dan berat, akhirnya ia kembali ke rumah ayahnya. Tentunya sang anak tidak berharap banyak. Ia hanya berharap agar sang ayah memaafkan dan menerimanya menjadi budak upahan (19). Di luar dugaannya, ternyata sang ayah bukan saja rela mengampuni segala kesalahannya, tetapi juga menyambut sang anak  dengan penuh sukacita.
Di pihak lain, si anak sulung yang seharusnya ikut bersukacita karena adiknya kembali dan insyaf, malah protes dan marah. Ia tidak dapat menerima hal ini. Ia masih memperhitungkan dan mengingat kesalahan yang pernah dilakukan oleh adiknya.    
Saudara yang dikasihi Tuhan, mari kita belajar untuk mengampuni, sebagaimana Allah mengampuni kita. Belajar untuk berbesar hati, serta kerelaan memberi maaf, betapapun terlukanya diri kita. (hr_do)

2 komentar:

  1. hr - do; saya mengira anak yg hilang adalah si sulung, koq bisa?. Habis yg didepan mata saja tdk kelihatan tapi selumbar dimata adiknya terlihat jelas. Saya kira Tuhan menegur kita secara halus, tiap minggu kita ke Gereja, selalu melakukan pelayanan dimana saja, setapi tidak merasakan kasih Tuhan yg selalu tersedia untuk kita. Tuhan selalu memberikan yg terbaik, buktinya kita bisa melayani datang ke Gereja, hebat kan??. Coba kalau lagi kurang sehat kaki tdk bisa digunakan?. Mau melayani sdh terlambatn. Syalom dan ayo ikutan ngisi blog gereja kita.

    BalasHapus
  2. Pandangan pak Tin menarik! Ya, kita bisa mengambil makna dari karakter si 'anak sulung'. Mungkin kita seperti si 'anak sulung' yg selalu berada di rumah bersama orangtua yang mengasihi kita, tapi kita tidak menyadari dan mensyukuri kasih yang kita peroleh setiap hari.

    salam,
    Hendi Rusli

    BalasHapus